BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak yang sehat, cerdas, berpenampilan menarik, dan berakhlak mulia merupakan dambaan setiap orang tua. Agar dapat mencapai hal tersebut terdapat berbagai kriteria yang harus terpenuhi dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, salah satunya adalah faktor keturunan atau genetika. Namun, selain faktor keturunan masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi kualitas seorang anak.
Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang. Proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial.
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age”. Goldenage merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah.
Pemantauan tumbuh kembang anak meliputi pemantauan dari aspek fisik, psikologi, dan sosial. Pemantauan tersebut harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Sedini mungkin pemantauan dapat dilakukan oleh orang tua. Selain itu pemantauan juga dapat dilakukan oleh masyarakat melalui kegiatan posyandu dan oleh guru di sekolah. Oleh karena itu, pengetahuan tentang deteksi dini gangguan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak perlu dimiliki oleh orang tua, guru, dan masyarakat.
B. Perumusan Masalah
Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang. Proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Pemantauan tumbuh kembang anak meliputi pemantauan dari aspek fisik, psikologi, dan sosial. Pemantauan tersebut harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Sedini mungkin pemantauan dapat dilakukan oleh orang tua. Oleh karena itu penulis mencoba mengangkat masalah deteksi dini gangguan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
C. Tujuan
Tujuan umum
Mengetahui bagaimana melakukan pendeteksian dini terhadap gangguan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
Tujuan khusus
1. Mengetahui deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
2. Mengetahui gangguan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak
3. Mengetahui pengertian pertumbuhan dan perkembangan pada anak
4. Mengetahui tahap dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DETEKSI DINI
Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut juga anak usia dini. (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997)
Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997).
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut mempunyai parameter dan alat ukur tersendiri. Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian menggunakan alat baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan dengan teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk menilai kecepatan pertumbuhan. (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997 dan Narendra, 2003)
Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan fisik adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan, proporsi tubuh, dan panjang tungkai. Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997) dan Narendra (2003) macam-macam penilaian pertumbuhan fisik yang dapat digunakan adalah:
1) Pengukuran Berat Badan (BB)
Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan keadaan gizi balita. Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat Balita (KMS Balita) sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya dan dilakukan intervensi jika terjadi penyimpangan.
2) Pengukuran Tinggi Badan (TB)
Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan berbaring., sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri. Hasil pengukuran setiap bulan dapat dicatat pada dalam KMS yang mempunyai grafik pertumbuhan tinggi badan.
3) Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA)
PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak mengikuti perkembangan otak, sehingga bila ada hambatan pada pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak anak juga terhambat. Pengukuran dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil rerata 3 kali pengukuran sebagai standar.
Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat digunakan. Salah satu instrumen skrining yang dipakai secara internasional untuk menilai perkembangan anak adalah DDST II (Denver Development Screening Test). DDST II merupakan alat untuk menemukan secara dini masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun, (Subbagian Tumbuh Kembang Ilmu Kesehatan Anak RS Sardjito, 2004). Instrumen ini merupakan revisi dari DDST yang pertama kali dipublikasikan tahun 1967 untuk tujuan yang sama.
Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II bukan merupakan pengganti evaluasi diagnostik, namun lebih ke arah membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan anak lain yang seumur. DDST II digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai umurnya pada anak yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan perkembangan maupun anak sehat. DDST II bukan merupakan tes IQ dan bukan merupakan peramal kemampuan intelektual anak di masa mendatang. Tes ini tidak dibuat untuk menghasilkan diagnosis, namun lebih ke arah untuk membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan kemampuan anak lain yang seumur.
Menurut Pedoman Pemantauan Perkembangan Denver II (Subbagian Tumbuh Kembang Ilmu Kesehatan Anak RS Sardjito, 2004), formulir tes DDST II berisi 125 item yang terdiri dari 4 sektor, yaitu: personal sosial, motorik halus-adaptif, bahasa, serta motorik kasar. Sektor personal sosial meliputi komponen penilaian yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri anak di masyarakat dan kemampuan memenuhi kebutuhan pribadi anak. Sektor motorik halus-adaptif berisi kemampuan anak dalam hal koordinasi mata-tangan, memainkan dan menggunakan benda-benda kecil serta pemecahan masalah. Sektor bahasa meliputi kemampuan mendengar, mengerti, dan menggunakan bahasa. Sektor motorik kasar terdiri dari penilaian kemampuan duduk, jalan, dan gerakan-gerakan umum otot besar.
B. GANGGUAN KETERLAMBATAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi gangguan keterlambatan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku. (Soetjiningsih , 2003)
1. Gangguan Pertumbuhan Fisik
Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas normal dan gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Menurut Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak lebih dari 120% kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik berat badan di bawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita penyakit kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga menjadi salah satu parameter yang penting dalam mendeteksi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran lingkar kepala menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun hanya merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang dari normal dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis ataupun hanya merupakan variasi normal. Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat. Jenis gangguan penglihatan yang dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas visual yang terlambat, gangguan refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003). Sedangkan ketulian pada anak dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural. Menurut Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor prenatal dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan infeksi TORCH yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang sering mengakibatkan ketulian adalah infeksi bakteri atau virus yang terkait dengan otitis media.
2. Gangguan perkembangan motorik
Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular sepeti muscular distrofi memperlihatkan keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik.
3. Gangguan perkembangan bahasa
Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system perkembangan anak. Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik, psikologis, emosional, dan perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran, intelegensia rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan bicara juga dapat disebabkan karena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral palsi. Gagap juga termasuk salah satu gangguan perkembangan bahasa yang dapat disebabkan karena adanya tekanan dari orang tua agar anak bicara jelas (Soetjingsih, 2003).
4. Gangguan Emosi dan Perilaku
Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada anak dan memerlukan suatu intervensi khusus apabila mempengaruh interaksi social dan perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah, kecemasan berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku dan interaksi sosial. Menurut Widyastuti (2008) autism adalah kelainan neurobiologist yang menunjukkan gangguan komunikasi, interaksi, dan perilaku. Autisme ditandai dengan terhambatnya perkembangan bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh seperti berputar-putar, melompat-lompat, atau mengamuk tanpa sebab.
C. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
1. Pengertian pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan berat (gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). (Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003).
Perkembangan (development) adalah pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. (Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003).
Pertumbuhan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, serta munculnya ciri-ciri baru. Keunikan pertumbuhan adalah mempunyai kecepatan yang berbeda-beda di setiap kelompok umur dan masing-masing organ juga mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat, yaitu masa janin, masa bayi 0 – 1 tahun, dan masa pubertas. (Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001)
Proses perkembangan terjadi secara simultan dengan pertumbuhan, sehingga setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Perkembangan fase awal meliputi beberapa aspek kemampuan fungsional, yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial, dan bahasa. Perkembangan pada fase awal ini akan menentukan perkembangan fase selanjutnya. Kekurangan pada salah satu aspek perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya.
2. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan, dan
berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. Walaupun terdapat variasi, namun setiap anak akan melewati suatu pola tertentu. Tanuwijaya (2003) memaparkan tentang tahapan tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu masa pranatal dan masa postnatal. Setiap masa tersebut memiliki ciri khas dan perbedaan dalam anatomi, fisiologi, biokimia, dan karakternya.
Masa pranatal adalah masa kehidupan janin di dalam kandungan. Masa ini dibagi menjadi dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus. Masa embrio adalah masa sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu, sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. (Soetjiningsih, 1998)
Masa postnatal atau masa setelah lahir terdiri dari lima periode. Periode pertama adalah masa neonatal dimana bayi berusia 0 - 28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun. Masa prasekolah adalah masa anak berusia 2 – 6 tahun. Sampai dengan masa ini, anak laki-laki dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam masa selanjutnya yaitu masa sekolah atau masa pubertas, perempuan berusia 6 – 10 tahun, sedangkan laki-laki berusia 8 - 12 tahun. Anak perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja lebih awal dibanding anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak laki-laki memulai masa pubertasa pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun. (Soetjiningsih, 1998)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal/lingkungan). Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi dua faktor tersebut. (Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003).
Faktor internal terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, kelainan genetik, dan kelainan kromosom. Adanya suatu kelainan genetik dan kromosom dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti yang terlihat pada anak yang menderita Sindroma Down.
Faktor eksternal juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Contoh faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah gizi, stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi.
Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi.
Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis. Rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya dengan penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain akan mempengaruhi anak dalam mencapai perkembangan yang optimal. Seorang anak yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh orang tua atau yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Faktor lain yang tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan dan perkembangan anak adalah faktor sosial ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek, serta kurangnya pengetahuan. (Tanuwijaya, 2003).
D. DETEKSI DINI GANGGUAN KETERLAMBATAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA ANAK
Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif untuk menemukan adanya penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan, dan juga mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang.
Gangguan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak dapat diketahui yaitu dengan melakukan penilaian awal, adapun yang harus diketahui meliputi penilaian gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku. Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis. Rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya dengan penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain akan mempengaruhi anak dalam mencapai perkembangan yang optimal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses yang diawali dari konsepsi (pembuahan) sampai pematangan atau dewasa. Melalui proses tersebut anak tumbuh menjadi lebih besar dan bertambah matang dalam segala aspek baik fisik, emosi, intelektual, maupun psikososial. Apabila terdapat suatu masalah dalam proses tersebut maka yang akan berakibat terhambatnya anak mencapai tingkat tumbuh kembang yang sesuai dengan usianya. Apabila gangguan ini berlanjut maka akan menjadi suatu bentuk kecacatan yang menetap pada anak. Namun, apabila sejak dini gangguan tumbuh kembang sudah terdeteksi, maka kita dapat melakukan suatu intervensi sesuai dengan kebutuhan anak. Melalui intervensi yang dilakukan sejak dini itulah tumbuh kembang anak pada tahap selanjutnya dapat berjalan dengan lebih baik.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah yang banyak dijumpai di masyarakat, sehingga sangatlah penting apabila semua komponen yang terlibat dalam tumbuh kembang anak, yaitu orang tua, guru, dan masyarakat dapat bekerja sama dalam melakukan pemantauan sejak dini. Tujuan akhir dari pemantauan dini gangguan tumbuh kembang anak ini tentunya adalah harapan kita dalam terwujudnya generasi harapan bangsa yang lebih baik dan berkualitas.
B. Saran
1. Untuk orang tua agar lebih cermat dan teliti dalam mendeteksi gangguan keterlambatan tumbuh kembang pada anak.
2. Jika dalam deteksi dini ditemukan gangguan keterlambatan harus cepat menentukan intervensi untuk anak.
3. Dalam melakukan deteksi dini pada anak harus bekerja sama dari beberapa komponen seperti orang tua, guru dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Cameron, N. 2002. Human Growth and Development. California: Academic Press
Narendra, M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.
Meadow, R dan Newll, S. 2002. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga.
Setiati, T. E., et al (ed). 1997. Tumbuh Kembang Anak dan Masalah Kesehatan Terkini. Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Kariadi.
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih. 2003. Perkembangan Anak dan Permasalahannya. Jakarta: EGC.
Soepardi, E. A. dan Iskandar, N (ed). 2000. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-4.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Subbagian Tumbuh Kembang. 2004. Pemantauan Perkembangan Denver II. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUGM/RS Sardjito.
Suyitno, H, dan Narendra, M. B. 2003. Pertumbuhan Fisik Anak. Jakarta: EGC.
Tanuwijaya, S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC
Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun.Jakarta: Puspa Swara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar