A. DEFINISI
Fraktur merupakan kondisi patah maupun terputusnya kontinuitas jaringan tulang. ( Donna, 1999 ). Fraktur bisa terjadi di bagian tubuh mana saja dan dialami oleh pasien di semua tingkatan usia. Semua fraktur mempunyai mekanisme patofisiologi dan manajemen keperawatan yang sama walaupun pada jenis dan lokasi yang berbeda.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
a. Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
b. Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya seperti pada olahragawan / pesenam yang menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya.
c. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis, osteosarkoma, osteomalacia, Cushing Syndrome, komplikasi kortison / ACTH, osteogenesis imperfecta (ggn. Congenital yang mempengaruhi pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah patah.
d. Torsio, terjadi pada titik perputaran dari lokasi tekanan, misalnya memutar kaki dengan sangat kuat dapat mematahkan tulang kaki.
PATYWAYS
Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis
FRAKTUR
|
Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang
Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang
Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler
|
peningk tek kapile reaksi stres klien
deformitas
pelepasan histamin melepaskan katekolamin
gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam lemak
|
emboli
penekn pem. drh
menyumbat pemb drh
penurunan perfusi jar
|
C. PATHOFISIOLOGI
Fraktur dapat diklasifikasikan dalam :
a. Pola fraktur
b. Lokasi fraktur
Ad. a.) Pola Fraktur, dapat lagi diklasifikasikan sebagai berikut :
1.Fraktur tertutup / simple fracture
Merupakan fraktur dengan kondisi jaringan kulit sekitar masih utuh, atau tidak ada hubungan dengan dunia luar
2.Fraktur terbuka / compound fracture
Merupakan fraktur yang merusak jaringan kulit sekitar, sehingga jaringan tulang keluar dan terjadi hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka, dibagi menjadi 3 grade, yaitu :
· Grade I
Fraktur hanya menyebabkan kerusakan / tusukan yang minimal pada jaringan sekitar. Luas luka < 1 cm dengan kontaminasi minimal.
· Grade II
Kerusakan / tusukan sudah mengenai jaringan otot. Luas luka > 1 cm dengan kontaminai sedang.
· Grade III
Kerusakan / tusukan lebih besar ( 6-8 cm ), kerusakan sudah mengenai pembuluh darah, saraf, otot dan kulit dengan kontaminasi berat.
3.Fraktur Komplit
Garis fraktur memotong sepanjang periosteum, sehingga tulang terbelah menjadi 2 bagian.
4.Fraktur Inkomplit
Fraktur yang tidak membagi tulang menjadi 2 karena patahan hanya terjadi pada sebagian sisi tulang
5.Fraktur Comminuted
Fraktur yang membagi tulang menjadi beberapa bagian / remuk
6.Fraktur Impacted / Kompresi
Fraktur yang menekan jaringan yang ada di bawahnya, seperti pada fraktur
Servical dan fraktur vertebra.
7.Fraktur Pathologis
Biasanya terjadi karena proses penyakit, seperti keganasan
8.Fraktur Greenstick
Merupakan fraktur yang terjadi pada sebagian fragmen tulang
Ad. b.) Lokasi fraktur dapat diklasifikasikan sebagi berikut :
1. Colle’s fracture
Fraktur yang terjadi pada distal ulnaris +/- 1 cm dari permukaan sendi
2. Artilucular fracture
Fraktur pada permukaan sendi
3. Extracapsular fracture
Fraktur di dekat sendi tetapi tidak masuk ke dalam kapsul sendi
4. Intracapsular fracture
Fraktur yang terjadi di dalam kapsul sendi
5. Epiphysieal fracture
Fraktur yang terjadi pada pusat ossifikasi
Proses penyembuhan tulang :
1. Formasi hematom
Dalam 24 jam proses penghentian perdarahan terjadi. Fibrin terbentuk untuk melindungi daerah fraktur. Kapiler baru terbentuk. Suplai darah meningkat setelah 24 jam. Daerah yang terluka diinvasi oleh makrofag yang membersihkan area, muncul peradangan, penebalan, dan nyeri. Perbaikan pada fase ini ditandai dengan penurunan nyeri dan penebalan.
2. Proliferasi sel
Proliferasi terjadi setelah 5 hari, juga terjadi diferensiasi fibrokratilago, hyaline pada daerah fraktur menjadi osteogenesis, tulang membesar, sudah mulai terbentuk jembatan fraktur. Mulai juga terbentuk fibrin diantara clot membuat jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblas menghasilkan kolagen dan proteoglikans untuk membentuk matrix kolagen pada tempat fraktur. Jaringan kartilago dan fibrosa berkembang.
3. Formasi procallus
Sudah terbentuk matriks dan kartilago, anatar matriks dan tulang sudah terbentuk jembatan, terjadi pada hari 6-10.
4. Ossifikasi
Terjadi kalus permanent yang kaku karena terjadi deposi garam kalsium. Pertama terjadi pada external kalus ( antara kortex dan periosteum ). Pada waktu 3-10 minggu kalus berubah menjadi tulang.
5. Konsolidasi dan remodeling
Terbentuk tulang yang kuat akibat aktifitas osteoblast dan osteoklast. Pembentukan tulang sesuai dengan hukum Wolff’s ; struktur tulang terbentuk sesuai dengan fungsinya yaitu adanya tekanan dan tarikan. Waktu yang dibutuhkan sampai 1 tahun. Proses perkembangan pertumbuhan tulang dimonitor dengan pemeriksaan roentgen.
Faktor yang mempengar uhi penyembuhan fraktur:
· Imobilisasi fragman tulang
· Maksimum kontak dari fragmen tulang
· Suplai darah yang adekuat
· Nutrisi yang baik
· Hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, Steroid anabolic
· Potensial elektrik
Faktor yang menghambat penyembuhan tulang:
· Trauma lokasi yang luas
· Bone loss
· Imobilisasi yang tidak adekuat
· Adanya jarak/jaringan antara fragmen tulang
· Infeksi
· Keganasan local
· Penyakit metabolic tulang
· Nekrosis
· Usia
· Kortikosteroid
D. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Dini
a. Acute Compartemen Syndrome ( ACS )
Compartemen merupakan suatu rongga otot inelastic yang menampung otot, pembuluh darah, dan saraf. ACS merupakan kondisi yang serius, dimana terjadi peningkatan tekanan di dalam kompartemen sebagai akibat dari bertambahnya massa, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi, manifestasi yang biasanya terjadi adalah nyeri hebat.
b. Syok hipovolemik
Terjadi karena adanya robekan arteri atau pembuluh darah besar seperti pada fraktur femur atau pelvic, kehilangan darah yang banyak akan mengakibatkan syok hipovelemik.
c. Fat Embolism Syndrome ( FES )
Disebabkan karena adanya pelepasan emboli lemak dari sumsum tulang kuning yang lepas ke aliran darah sistemik, biasanya terjadi pada fraktur tulang panjang atau juga multiple fracture.
Beberapa teori yang menjelaskan terjadinya FES :
- Teori metabolic
Adanya trauma menyebabkan peningkatan katekolamin sehingga terjadi mobilisasi butiran lemak, hal ini berakibat terbentuknya agregasi trombosit dan emboli lemak.
- Teori mekanik
Menjelaskan mengenai tingginya tekanan di sumsum tulang disbanding tekanan di kapiler, sehingga lemak dilepaskan secara langsung oleh tulang.
d. Tromboemboli
Deep Venous Thrombosis ( DVT ) sering terjadi pada pasien yang imobilisasi, seperti pada fraktur femur dan pelvic.
e. Infeksi
Adanya trauma pada jaringan mengganggu system pertahanan tubuh, ataupun karena pemasangan alat-alat ortopedik. Infeksi bisa terjadi mulai dari yang superficial sampai ke infeksi jaringan yang dalam.
f. Kerusakan arteri
Kerusakan oleh kontusio, thrombus, laserasi atau spasme. Penyebab: pemasangan gips, pembebatan gips terlalu kuat. Tanda: pulsasi(-), bengkak, pucat, sianosis pada bagian distal femur.
g. Cedera saraf
Penyebab: laserasi dan edema. Tanda: parestesia, paralise, pucat, dingin pada extremitas, nyeri meningkat, perrubahan kemampuan gerak.
2. Kompilkasi Lanjut
a. Nekrosis avaskuler
Disebut juga sebagai nekrosis aseptic atau iskemik atau juga osteonekrosis, disebabkan oleh adanya gangguan aliran darah sehingga menyebabkan kematian jaringan.
b. Delayed union, nonunion, mal union.
Delayed union terjadi bila penyembuhan fraktur lebih dari 6 bulan, nonunion diartikan sebagai gagal tersambungnya tulang yang fraktur, sedangkan malunion adalah penyambungan yang tidak normal pada fraktur.
E. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum manifestasi atau gejala klinis yang muncul pada fraktur adalah:
· Nyeri
· Deformitas
· Functio laesa
· Shortening
· Krepitus
· Penebalan local/ pembengkakan
· Diskolorasi
Untuk mengetahui lebih jelas tanda dan gejala klinis dari fraktur diperlukan pengkajian keperawatan yang sistematis untuk menegakkan diagnosa keperawatan dengan menggunakan format pengkajian keperawatan yang diambil dari Doenges, 2000;
a. Aktivitas / istirahat :
□ Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b. Sirkulasi ;
□ Hipertensi, □ takikardi, □ penurunan / taka ada nadi pada bagian distal yang cedera, □ kapilary refill lambat, □ pucat pada bagian yang terkena, □ pembengakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori ;
□ Hilang gerakan / sensasi, □ spasme otot, □ kebas/kesemutan, □ deformitas, □ krepitasi, □ pemendekan, □ rotasi, □ angulasi abnormal
d. Nyeri / kenyamanan :
□ Nyeri hebat./akut, □ tak ada nyeri karena kerusakan saraf, □ spasme
e. Keamanan
□ Laserasi kulit, □ perdarahan, □ perubahan warna, □ pembengkakan
f. Penyuluhan / pembelajaran ;
□ lingkungan cedera
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar Rontgent : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
Scan tulang,CT Scan, MRI : memperlihatkan fraktur, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
Arteriogram ; Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
Hitung darah lengkap : Ht ↑ / ↓, leukosit ↑
Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
Profil koagulasi : pada keadaan kehilangan darah banyak, transfuse multiple, atau cedera hati
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip penatalaksanaan medis pada fraktur dikenal dengan istilah 4 R, yaitu :
a. Rekognisi
Mampu mengenal fraktur ( jenis, lokasi, akibat ) untuk menentukan intervensi selanjutnya.
b. Reduksi
Tindakan dengan membuat posisi tulang mendekati keadaan normal, dikenal dengan 2 jenis reduksi, yaitu :
a. Reduksi tertutup
Mengembalikan pergerakan dengan cara manual ( tertutup ) dengan tarikan untuk menggerakkan ujung fragmen tulang.
b. Reduksi terbuka
Pembedahan dengan tujuan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan dengan plate, screw, pin, wire, nail.
c. Retensi
Melakukan imobilisasi, dengan pemasangan gips, imobilisasi external yang dikenal dengan Fixation External Djoko Sharov ( FEDS ), dan imobilisasi internal ( ORIF )
d. Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi ke semula termasuk fungsi tulang, otot dan jaringan sekitarnya. Bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
· Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
· Elevasi untuk meminimalkan swelling, bisa dilakukan kompres dingin
· Monitor status neurovaskuler (sirkulasi, nyeri, sensasi, pergerakan)
· Kontrol ansietas dan nyeri
· Latihan isometric untuk mencegah atrofi, mempertahankan sirkulasi.
· Partisipasi pada kegiatan sehari-hari
· Gradual resumption of activity
Jenis-jenis tindakan /penanganan medis pada fraktur:
a. Rest / mengistirahatkan ekstremitas
Tujuan:
· Mempercepat penyembuhan
· Meminimalkan terjadinya inflamasi, bengkak dan nyeri
· Imobilisasi tulang/sendi
b. Traksi
Merupakan tindakan dengan memberikan suatu tarikan dengan 2 arah yang berlawanan, juga ditambahkan dengan adanya beban untuk menarik.
Tujuan:
· Mengurangi fraktur dan atau dislokasi, mempertahankan alignment
· Mengurangi spasme otot dan nyeri, meningkatkan excercise
· Melakukan koreksi, mengurangi dan mencegah deformitas tulang
Jenis-jenis Traksi:
- Skeletal traction
Merupakan tindakan operatif dengan memasang wire (Kirschner wire) atau pin (Steimenn pin) di bagian distal tulang yang fraktur.
Misalnya: Buck’s atau Russel’s Traction
- Skin traction
Digunakan sebagai traksi pada tulang dan jaringan sekitarnya, seperti otot. Cara pemasangannya dengan memberikan beban yangberlawanan dari badan klien
c. Pemasangan Gips
Merupakan tindakan memasang plaster atau fiberglass pada area fraktur.
Tujuan:
· Imobilisasi
· Mencegah dan mengoreksi deformitas
· Mempertahankan alignment
· Mempercepat penyembuhan
d. Reduksi Internal
Salah satunya adalah tindakan ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
Tujuan:
· Imobilisasi sampai tahap remodeling
· Melihat secara langsung area fraktur
e. Reduksi Externa ( FEDS: Fiksasi Eksternal Djoko Sarov )
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi kecil perkutaneus untuk memasang pins pada tulang yang patah dan menyambungkan pins pada frame metal eksternal yang cukup besar, mencegah pergerakan.
Manfaat:
· Mengakibatkan perdarahan minimal dibanding ORIF
· Ambulasi dan mobilisasi sendi bisa dilakukan dini, mengurangi nyeri
· Mempermudah perawatan luka di sekitar fraktur
f. Pembedahan
· Arthroplasty: Memperbaiki sendi melalui arthroscope (alat pembedahan tanpa insisi luas) atau pembedahan persendian terbuka.
· Menisectomy: Eksisi persendian fibrokartilago yang rusak
· Vacsiotomy: Insisi otot vacsia, menyembuhkan konstriksi otot, cegah kontraktur
· Bone graft: Penempatan jaringan tulang untuk mempercepat penyembuhan, stabilisasi dan mengganti tulang yang terkena penyakit.
· Amputasi : pemotongan bagian tubuh
· Joint Replacement: Substitusi persendian dengan material logam / sintetik
· Total Joint Replacement: mengganti kedua artikular sendi dg logam/sintetik
· Transfer tendon: Insersi tendon untuk memperbaiki fungsi
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas dengan faktor resiko gangguan aliran darah, emboli lemak, perubahan membrane alveolar/kapiler,
I. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
3. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas dengan faktor resiko gangguan aliran darah, emboli lemak, perubahan membrane alveolar/kapiler,
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
3. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas dengan faktor resiko gangguan aliran darah, emboli lemak, perubahan membrane alveolar/kapiler,
Klien dapat mempertahankan fungsi nafas yang adekuat
Ditandai dengan ;
- Tidak ada dispnea/sianosis
Frekuensi nafas dan AGD dalam batas normal
Intervensi dan Implementasi :
Mandiri ;
a. Awasi frekuensi pernafasan dan upayanya. Perhatikan stridor, sianosis
R/ Takipnea, dispnea adalah tanda awal insufisiensi nafas yang dapat menjadi indicator awal emboli paru
b. Auskultasi bunyi nafas,amati abnormalitas :hiperresonan, ronkhi
R/ Perubahan dalam/adanya bunyi adventisius menandakan terjadinya komplikasi pernafasan (atelektasis,pneumoni)
c. Atasi cedera dengan lembut
R/ Mencegah emboli lemak ( pada 12-17 jam pertama )
d. Latih nafas dalam, ubah posisi sering
R/ Meningkatkan ventilasi alveolar perfusi & drainase sekret
e. Awasi kegelisahan,letargi,kacau mental
R/ Menandakan terjadinya hipoksemia/asidosis
f. Observasi sputum adanya darah
R/ Menandakan adanya emboli paru
g. Inspeksi adanya ptekie pada garis atas putting.aksila,abdomen, mukosa mulut
R/ Merupakan tanda khas emboli lemak pada paru, yang tampak dalam 2-3 hari setelah cedera
h. Kolaborasi :
Bantu dalam spirometri
Berikan O2 sesuai indikasi
Memaksimalkan ventilasi/oksigenasi,mencegah atelektasis
Meningkatkan suplai O2 untuk oksigenasi jaringan
J.EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1.Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2.Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3.Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4.Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol Jakarta. EGC
Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi Jakarta. EGC